mp3

Posted by budi kamila 1/09/2013 0 komentar
downloadfilistine.mp3

Baca Selengkapnya ....

Cerpen: Sakti Wibowo

Posted by budi kamila 12/27/2012 0 komentar
Cerpen: Sakti Wibowo

Pertama kali dia lihat satu jamur muncul dari semak-semak beludru. Warnanya hijau daun. Merayap serupa pong-pongan pantai berselimut cangkang bulat berhias halimun. Kuncup-kuncup embun ditabur di permukaan cangkang menyempurnakan hiasan dingin.

... lalu muncul cangkang lain. Merayap. Berkilau, banyak jumlahnya. Kali ini dari sela pilar istana batu yang menjura angkasa, memayung atap segitiga. Dari sana mungkin asal mengalunnya musik rancak perpaduan denting gamelan dan siulan seruling yang menggarit-garit langit.

“Ayo menari...!” katanya!

Lalu, tanpa aba-aba, cangkang-cangkang jamur berputar mengelilinginya. Menari, melompat, berteriak... senang sekali hatinya. Tertawa! Tak jelas tariannya, tapi nanti dia akan memberi nama agar vokabuler tari ini tak hilang begitu saja.

“Ayo... menari...!”

“Menari...”

“Jangan berhenti...!”

-----

Lasmi meletakkan gelas kopi panas di meja turob. Duduk di samping Parjo yang menguar keringat apak seharian buruh di proyek jembatan seberang kota. Tak hirau aroma menggoda kopi tubruk, tangan Parjo meraih minicompo butut dengan kabel putus-nyambung menggelantung mencapai sakelar di ujung ruang.

“Mana Gendon?”

“Main, di luar,” katanya. “Mas makan sekarang?”

Mengangguk.

“Suruh jangan banyak main dia. Sudah mulai besar. Tahun depan sekolah.”

Nasi berteman tahu bacem dengan taburan urab sporadis mendarat di meja, menyampingi gelas kopi. Segelas penuh air putih menyusul tiba.

“Di rumah juga dia merepotkan. Ada aja yang rusak dibuat mainan. Mendingan main di luar, bareng teman-temannya.”

Tombol tuning diputar, barisan musik berkelebatan sebelum berhenti pada salah satu gelombang kemerosok. Lagu dangdut Dewi Persik.

“Paling tidak, di rumah lebih aman.”

Lasmi kembali duduk. Memerhatikan suaminya mengangguk-angguk seirama goyang gergaji. Rambutnya kusut, taburan serbuk semen dan debu-debu proyek masih tampak jelas. Keringatnya apak, dikenalinya bertahun-tahun lewat. Tak mengganggu.

“Kamsidin hari ini nggak masuk,” kata Parjo sambil menyendok-nyendok nasi, mencampurnya dengan secuil tempa bacem legit mahakarya Lasmi. “Anaknya, si Jurig, sakit panas. Kesambet, kata orang pintar!”

“Kapan?”

“Kemarin. Sekarang belum sembuh. Malah makin tinggi. Kesurupan terus dari pagi!”

“Sudah dibawa ke dokter?”

“Mana mungkin? Dokter nggak akan sanggup menyuntik hantu.”

“Mungkin demam berdarah. Sekarang lagi musim.”

“Jurig nggak bentol-bentol merah! Lagipula, demam berdarah nggak bikin orang kesurupan.”

Dewi Persik masih geyal-geyol dengan suara kemerosok.

“Nggak tahu Jurig main di mana. Makanya hati-hati sama Gendon. Jangan boleh dia main jauh-jauh. Kuatirnya kayak Jurig, kesambet.”

“Sebentar lagi juga dia pulang. Belum makan.”

“Jam segini?”

“Matengnya barusan, Mas. Si Gendon terlanjur kabur, diparanin teman-temannya. Ada orang gila, katanya.”

“Di mana?”

“Pos Kamling.”

“Orang gila baru?”

“Mungkin. Anak-anak suka tertarik kalau ada orang gila baru masuk kampung.”

Parjo menghela napas. Menyelesaikan suapan terakhir. Mereguk tandas air putih segelas penuh. Lalu beralih ke bungkusan tembakau. Meraciknya sendiri sebelum menyulut gugusan daun apak itu.

“Heh... rokok makin mahal! Bensin turun, cukainya yang naik. Pemerintah macam-macam aja kerjaannya. Nggak peduli nasib wong cilik.”

“Tembakau ngelinting sendiri kan nggak kena cukai, Mas.”

“Tembakaunya kena cukai!” balas Parjo, sinis.

“Ya sudah, biar ngirit, ngelinting sendiri aja. Nggak usah aneh-aneh beli rokok. Kalo dibakar, hasilnya kan sama aja; asap!”

Parjo mendengus. Bangkit. Dewi Persik sudah berlalu.

“Kau carilah si Gendon! Kuatir main di tempat keramat. Kesambet macam Jurig, repot pula kita!”

“Ya. Nanti saya cari.”

Parjo merebahkan badan di balai-balai. Menikmati asap tembakau sembari menatap langit-langit bambu. Lagu dangdut mengalun kemerosok. Dua lagu lagi tunai, Parjo harus segera kembali ke tempat proyek.

-----


Proyek jembatan itu sudah berlangsung tiga bulan. Rangkanya baru berdiri sepasang. Jelas, masih lama untuk selesai. “Ini proyek pemerintah dalam rangka menyambut lebaran,” kata Pak Lurah, dulu.

Lebaran sudah lewat sebulan yang lalu, jembatan masih kokoh berupa rangka. Kekurangan dana, katanya. Pembuat anggaran lupa memasukkan pos ‘KKN’ saat menyusun. Padahal itu pos yang sangat vital bagi proyek negara semacam ini, dan pasti menyedot dana yang tak main-main. Makanya jangan heran dengan proyek macet milik pemerintah macam begini.

Jembatan itu nantinya melintang di atas sungai sepanjang lima belas meter dengan luas empat meter. Cukup representatif menampung mobilitas kampung. Jembatan sebelumnya berjarak dua puluh meter dari sana. Reyot dan tua, peninggalan Belanda. Masih sanggup menopang transportasi, namun tak lagi memadai sebab jembatan itu diformulasikan untuk pejalan kaki. Belanda mungkin tak menyangka bahwa setengah abad setelah meninggalkan tanah ini, jalan kaki tidak lagi menjadi trend.

“Kalau jembatan itu selesai dibangun, kampung akan berkembang pesat,” kata Pak Lurah, optimistis. Bukan lips service, sebab secara geografis kampung itu terisolir karena digenggam lingkaran sungai yang meliuk dari ujung kampung. Jembatan itu nantinya akan menghubungkan dua desa satelit yang merangkak maju. Imbasnya, kampung ini berpotensi tinggi menjadi wilayah bisnis.

Tidak tanggung-tanggung. Babah Ong sudah beberapa bulan ini mencari lahan buat dia dirikan supermarket. Babah Ong merindukan bisnis seperti dahaga nelayan yang mereguk air laut. Satu bisnis dibentuk, berhasil, semakin banyak lagi ingin diambil!

Dua bulan lebih. Lahan belum didapat. Warga kampung tak ada yang mau melepas tanahnya. Terlalu murah, katanya. Mereka sudah dilambungkan impian kampung ini akan menjadi kota. Ekspektasi berlebih, membuat mereka berlomba-lomba memasang harga tinggi. Baru Babah Ong yang menawar. Jadi belum ada pembanding. Tunggu Babah Ong kedua. Harga pasti di-entul! Naik... naik... dan naik lagi!

-----

Jamur-jamur dengan cangkang embun terus menari. Iramanya rancak bersahut-sahut dengan lengking seruling dari atap segitiga. Sekarang dia menjelma ratu. Mahkota berlian disematkan di kepalanya, rambut mayangnya menjuntai dihiasi manik-manik.

“Ayo... menari...! Hihihihi...!”

Jamur-jamur pelangi dengan cangkang embun itu membentuk setengah lingkaran di belakangnya. Begitu penurut seperti sekawanan pengawal. Dia berlari ke kiri, cangkang-cangkang itu merayap ke kiri. Dia melompat ke kanan, cangkang-cangkang setia mengikuti.

“Baaaa...!” dia berbalik.

Cangkang-cangkang terkesiap, tersipu malu seperti perawan muda yang diminta menjadi mantu. Berlari sporadis ke segala penjuru. Satu terjungkal, meringis-ringis.

“Ooo... kau kenapa?” katanya seraya mendekat.

“Sakiiit...!”

“Mana, biar aku obati.”

Tapi cangkang itu merayap, menjauh. Mungkin sungkan hendak disentuh. Bagaimanapun, dialah ratu dan cangkang itu paling-paling hanya prajurit rendah berpangkat kopral satu.

“Hei... pergi kamu!”

Dia melompat menjauh. Siluet bayangan merah jambu itu terburu-buru merengkuh cangkang yang meringkuk malu-malu. Tangannya melambai menyuruhnya menjauh....

-----

Parjo memantik korek. Api bertabur disambar gas dari kotak koreknya. Bukan untuk menyulut gulungan tembakau, tapi ujung kabel minicomponya yang kembali ngadat. Mungkin ada kabel yang putus. Dia hendak menyambungnya. Sambungan kesebelas.

“Sudah kubilang, jangan boleh Gendon main jauh-jauh.”

“Di dekat mushala. Sama anak-anak lain.”

“Itu mushala berhantu, kau tahu!”

Mushala di ujung kampung itu layak disebut sarang hantu. Atapnya somplak lebih dari separo. Lantainya tanah lembab, ditumbuhi aneka umbi-umbian. Rumput liar menjangkau teras, dan tiang-tiangnya lapuk. Masuk ke dalamnya, banyak ditemukan sarang serangga. Bahkan sekawanan kalong membuat kota di lengkung dalam atapnya. Beranak-pinak tujuh generasi tanpa ada yang mengusik.

“Jurig dibawa ke orang pintar. Jin penunggu mushala itu yang merasuk.”

Lasmi terkesiap.

“Tadi anak-anak kecil pada menyoraki Lastri. Di mushala.”

“Lastri? Orang gila itu datang lagi?” Parjo menghentikan aktivitasnya menyambung kabel minicompo.

“Iya. Nggak tahu gimana dia bisa pulang lagi ke sini. Hampir saja dia menggangu Gendon. Untung saya pas datang. Saya usir dia menjauh.”

“Orang gila itu selalu mengganggu.”

“Dia sih mendingan, Mas! Nggak kayak orang gila yang lain.”

“Tetap saja mengganggu.”

“Dibuang lagi aja ke kota. Atau ke kampung yang jauh. Mas bilang ke Pak Lurah. Bilang kalau Lastri suka mengganggu anak kecil.”

“Mana bisa? Dulu aku buang diam-diam. Aku pancing dengan makanan, dan kugiring menyeberang jembatan. Kalau Pak Lurah tahu aku yang buang, bisa panjang urusannya.”

“Pak Lurah sendiri sudah nggak mengakui Lastri adik kandungnya.”

“Jelas saja!” Parjo melengos. “Lastri gila kan karena dijadikan tumbal saat Pak Lurah mencalonkan diri. Tapi Pak Lurah tetap nggak setuju Lastri dibuang. Kalau pergi sendiri dari kampung, nggak masalah.”

“Pancing lagi aja, Mas! Biar nggak bikin resah.”

“Nantilah aku pikirkan. Sekarang Gendon mana?”

“Di dalam. Masih muntah-muntah.”

“Aku panggil orang pinter.”

Lasmi mengangguk, menyusut keringat di dahi dengan ujung gaun merah jambu yang warnanya pudar karena kelamaan direndam rinso.

-----

Apa? Babah Ong mau membeli tanah mushala?

Gila! Ini sebuah solusi untuk banyak masalah sekaligus. Warga masih tak kunjung mau melepas lahan. Masih berharap harga tinggi. Kompromi-kompromi sudah dilakukan diam-diam. Kalau ada yang mau melepas tanah dengan harga rendah, akan mendapat hukuman dari warga yang lain. Sindikasi akut! Orang-orang kampung ternyata mampu juga memainkan konspirasi macam ini.

Tapi Babah Ong serupa Paman Gober yang selalu beruntung, cerdas, flamboyan, dan memiliki strategi yang tak terduga.

Mushala itu lama tak terpakai. Dulu sekelompok remaja pernah membuat berbagai kegiatan keagamaan; mendirikan TPA, mengajar mengaji, dan berbagai aktivitas ruhiyah lainnya. Namun demo warga dengan isu aliran sesat membuat semua berakhir. Dua remaja pendatang ditangkap aparat, nggak tahu nasibnya sekarang. Satu orang dideportasi keluar kampung. Tiga lainnya ikut program transmigrasi...

... dan satu orang menjadi gila: Lastri! Mantan aktivis yang masih saudara kandung Lurah baru. Bebas dari usutan polisi. Menjadi gila setelah peristiwa demo warga berbau anarkhi.

Lalu... napas agama terhenti di nadi kampung yang terisolasi liukan sungai. Mushala menjadi istana kalong. Atapnya somplak, tak ada yang peduli. Lantainya pecah-pecah... sebagian dijarah, dijadikan tambahan keramik kamar mandi.

Keberadaan mushala itu menjadi masalah tersendiri. Lokasinya strategis dengan wajah geografis baru pasca jembatan dibangun. Dulu, mushala ini berada di zona sunyi, tak berharga, bersembunyi malu-malu dari riuh mobilitas kampung. Di belakangnya belukar tinggi menyambung ke kaki gunung. Tapi, jika jembatan baru itu selesai dibangun, wilayah ini akan menjadi wilayah bisnis. Berada di jalur ramai.

“Saya akan membelinya.”

“Ini tanah umum.”

“Tidak masalah! Uangnya bisa dibagi-bagi seluruh kampung.”

Cerdas! Perlawanan yang terorganisir ternyata mampu dipatahkan dengan cara begini. Kepentingan yang sama, menunjukkan adanya obsesi yang sama. Itu yang tak pernah terpikir. Warga sama-sama ingin harta. Mereka kini berpeluang mendapat harta gratis yang bisa dinikmati langsung. Tidak seperti tanah mushala itu, meskipun sama-sama bisa diklaim menjadi milik umum. Lagipula, mushala itu tidak berharga. Tak ada warga yang memakainya sejak bertahun-tahun lalu. Jika sekarang bisa diuangkan dan dibagi-bagi... alangkah indahnya!

Harga telah disepakati... bahkan telah dibagi-bagi. Tinggal penyerahannya, di malam menjelang peletakan batu pertama supermarket baru. Supermarket ini nantinya akan menjadi magnet bisnis. Oh... indah sekali.

-----

Lastri terus menari-nari. Kali ini tanpa cangkang-cangkang jamur yang berputar mengelilingi. Malam gemintang cahaya tabur. Anak kalong menyusu di lengkung dalam istana yang somplak atapnya.

... dialah ratu.

Begitu menyenangkan ... menjadi ratu yang ditinggal sendirian di Keputren! Dia tidak perlu menari-nari sepanjang hari. Dia bisa mengeksplorasi barang-barang di sekitarnya tanpa takut akan menjatuhkan wibawanya sebagai ratu...

Oh, benar! Betapa merdekanya menjadi orang awam. Bertahun-tahun dia menjadi ratu dan harus patuh segala macam peraturan. Dia harus tertawa walaupun hatinya sedih. Dia harus menari meskipun fisiknya letih....

Oh... benar! Sekarang dia sendiri. Tak ada cangkang-cangkang jamur menari mengikuti.

-----

Malam itu digelar pesta! Babah Ong membagi-bagikan uang. Harga jual tanah mushala itu tak seberapa, tak ada yang peduli. Yang penting dapat bagian. Kalau dihitung-hitung, angkanya masih lebih besar dari upah kerja proyek selama sebulan. Bukankah itu indah sekali?

Berkaleng-kaleng ciu diusung ke tengah kampung. Malam ini mereka ingin mabuk kebebasan. Bebas dari lahan berhantu yang lama ditinggalkan. Bebas dari desakan menahan angka penawaran lahan. Dan bagi Parjo, bebas dari bayangan masa lalu...

... saat demo anarkhi!

Orang-orang ramai melempari mushala dengan sekelompok remaja yang mencoba bertahan. Aliran sesat, katanya. Polisi telah dipanggil. Dalam perjalanan menuju lokasi. Lalu... dia melihat gadis itu; Lastri. Menyelinap ragu-ragu ke semak belakang yang menghubungkan lahan dengan kaki gunung. Hendak melarikan diri. Tak ada yang melihat. Hanya Parjo.

... hanya Parjo!

Lalu demo berakhir. Beberapa orang diamankan polisi. Beberapa orang dideportasi. Beberapa orang... hilang tak kembali. Lastri ditemukan di semak-semak kaki gunung! Pakaiannya cabik masai. Menangis, melukai tubuhnya, mencakar-cakar kulitnya sendiri.

-----

Lastri ingin menyanyi! Bukankah selama ini dia hanya menari dan menari saja tanpa henti?

Orang-orang terbadai mabuk cairan ciu yang diperas dari fermentasi tape. Melejing-lejing, lupa diri. Terkapar dengan tawa derai. Babah Ong memunguti lembaran uang yang tercerai berai.

Langit semburat di timur jauh. Malam mulai menjangkau shubuh. Dewi Persik geyal-geyol di layar VCD yang diputar tanpa henti. Semalam suntuk. Gadis-gadis penari murahan mempraktikkan kepiawaiannya goyang gergaji. Meniru-niru popularitas artis yang wajahnya kerap muncul di tivi.

Laki-laki kampung tua muda berbaur di panggung. Serupa stage. Sebagian terkapar, menungging, terbadai cairan ciu dengan mulut menceracau.

Perempuan-perempuan kampung meringkuk di kamarnya dengan selimut kumal, menunggu lelakinya pulang seraya berharap esok diajak ke toko membeli gelang. Tangannya yang polos tanpa hiasan, membelai bocah kecilnya agar terus terlelap.

“Bapak mana, Bu?”

“Di luar... sedang bekerja.”

“Gendon mau nonton dangdut.”

“Itu untuk orang dewasa. Nanti kalau kamu sudah besar, kamu boleh nonton dangdut sepuasnya...”

Lastri menyanyi... sendiri. Seperti seorang bidadari. Sudah lama dia tak menyanyi. Selama ini dia hanya menari dan menari. Satu-satunya lagu yang dia ingat malam itu.... “Allahu akbar... Allahu akbar...! Asyhadu ala ilaha illallah...!”

------

Suara itu mengalun... ritmis dari ujung kampung!

VCD berhenti sejak beberapa menit tadi. Menyisakan layar biru. Tak ada yang menekan tombol “play” karena semua orang di panggung sudah tak ada lagi yang memiliki kesadaran.

Suara itu mengalun menembus embun. Indah... bening... penuh penghayatan.

Mata Parjo memicing. “Astaga... itu suara adzan!”

Tengkuknya merinding. Beberapa orang ikut terjaga. Berjuang keras melawan mabuk dan pengaruh ciu.

Pak Lurah ikut terjaga. “Suara itu... berasal dari mushala!”

“TOA-nya sudah lama mati.”

“Malaikat tidak perlu TOA!”

... ah! Malaikat! Mana dia perlu TOA? Suaranya mampu membelah langit!

“Jangan-jangan... kita sudah salah jalan?”

Jangan-jangan....

Mereka bangkit, merayap seperti cangkang jamur. Ditaburi embun.

“Ayo... kita wudhu...! Kita shalat! Berjamaah! Diimami malaikat...!”

... ah! Mereka lupa! Kata ‘malaikah’ termasuk jenis kata muannas... bukan mudzakkar! Malaikat tak pernah menjadi imam shalat untuk manusia!

Rawamangun, 4 Maret 09. Dearest: ADAM, dan sepotong doa untuk RIVAL; “Semoga cepat sembuh!” Hanya sepotong mampu kuucap. Selebihnya, berbondong-bondong meluncur dari dalam hatiku!
[Keterangan: pernah dimuat di Majalah UMMI.]

Baca Selengkapnya ....

POKOK-POKOK PENDIDIKAN ANAK

Posted by budi kamila 12/02/2012 0 komentar
POKOK-POKOK PENDIDIKAN ANAK


Disamping pokok-pokok pendidikan terhadap anak berupa menanamkan tauhid atau iman yang mantap, berbuat baik pada orang tua dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya, Luqman, seorang ahli hikmah yang namanya diabadikan dalam Al-Qur'an juga menanamkan hal-hal penting lainnya dalam pendidikan terhadap anaknya sehingga sang anak menjadi anak yang shaleh.

Allah memfirmankan nasihat Luqman kepada anaknya yang artinya: "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)" (QS 31:17).

EMPAT POKOK.

Dari ayat di atas, sekurang-kurangnya, ada empat pokok pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak.

1. Membiasakan Shalat

Memerintahkan anak-anak untuk melakukan dan membiasakan shalat merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan mereka, karenanya hal itu juga ditekankan oleh Nabi kita Muhammad Saw, di dalam suatu hadits beliau bersabda: Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tak mau mengerjakannya ketika mereka telah berumur sepuluh tahun (HR. Abu Daud).

Penegasan akan keharusan mendirikan shalat oleh setiap anak merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan orang tua terhadap anaknya, hal ini karena shalat memiliki kedudukan yang sangat penting, yakni sebagai tiang agama yang bila seorang muslim meninggalkannya, sebagaimana bangunan tanpa tiang, maka bangunan itu akan hancur dan ini berarti bisa hancur juga keislaman dirinya bahkan dia bisa jatuh ke derajat orang-orang kafir dalam arti dia sudah seperti orang kafir karena orang kafir itu tidak shalat.

Pengaruh shalat itu sendiri dalam kehidupan seorang muslim juga sangat besar, yakni dapat mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar sebagaimana firman Allah yang artinya: "dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar" (QS 29:45).

Dalam kaitan membiasakan anak untuk melakukan shalat, maka orang tua juga harus membiasakan anaknya untuk terbiasa juga melakukan shalat berjamaah di masjid bagi anaknya yang laki-laki, hal ini tidak hanya akan memperoleh pahala yang jauh lebih besar, tapi juga mengandung didikan kemasyarakatan yang yang sangat tinggi, mulai dari interaksi, perkenalan hingga nantinya merintis dan menjalin kerjasama dengan masyarakat muslim dalam hal-hal yang baik.

Oleh karena itu orang tua zaman sekarang juga harus menjadi seperti Luqman terhadap anaknya yang amat menekankan agar sang anak melakukan shalat, apalagi banyak sekali hikmah shalat yang amat memberikan pengaruh positif dalam kehidupan seorang muslim.

2. Melibatkan Anak Dalam Amar Ma'ruf.

Kebaikan merupakan sesuatu yang pasti diketahui oleh setiap orang, maka kebaikan itu disebut juga dengan ma'ruf yang artinya dikenal, namun karena manusia kadangkala terpengaruh atau didominasi oleh hawa nafsunya, meskipun dia tahu bahwa kebaikan atau yang ma'ruf itu harus dilakukan tetap saja tidak dilakukannya, makanya di dalam Islam ada perintah untuk melakukan apa yang disebut dengan amar ma'ruf (memerintahkan yang baik) kepada orang lain. Kalau Luqman menegaskan keharusan ini kepada anaknya, itu artinya ada pengaruh yang sangat positif dalam diri seseorang, paling tidak dengan memerintahkan kebaikan pada orang lain, kita yang memerintah akan memiliki beban mental akan keharusan kita melakukan kebaikan itu, apalagi bila kita menganjurkan orang lain untuk melakukan kebaikan itu sementara kita sendiri tidak melakukannya, maka Allah justeru akan memurkai kita, di dalam Al-Qur'an Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan" (QS 61:2-3).

Bila seorang anak dilibatkan dalam memerintahkan kebaikan, kepada orang lain, paling tidak dia akan mencintai kebaikan itu untuk kepentingan dirinya sendiri.

3. Melibatkan Anak Dalam Nahi Munkar.

Sesuatu yang bathil atau tidak benar sebenarnya tiap orang telah mengetahuinya, maka manusia pada dasarnya  akan selalu mengingkari segala bentuk yang tidak benar, ini sebabnya yang tidak benar atau yang bathil itu disebut dengan munkar. Namun karena manusia seringkali dikuasai oleh hawa nafsunya, sesuatu yang mestinya diingkari malah dilakukannya. Oleh karena itu di dalam Islam ada perintah untuk melakukan nahi munkar (mencegah manusia dari kemungkinan melakukan kemunkaran) dan seorang anak harus dilibatkan dalam aktivitas nahi munkar itu, karena tugas adalah tugas setiap muslim yang sejak kecil seorang anak sudah diikutsertakan di dalamnya.

Dengan melakukan tugas nahi munkar, paling tidak seseorang membenci pada kemunkaran sehingga dia tidak akan melakukannya. Dalam melaksanakan tugas nahi munkar, seorang muslim harus melakukannya sesuai dengan kemampuan masing-masing meskipun hanya dengan hatinya yakni dengan do'a agar seseorang tidak melakukan kemunkaran atau dengan menanamkan rasa benci terhadap kemunkaran itu di dalam hatinya, mencegah kemunkaran dengan hati ini merupakan ukuran bagi selemah-lemahnya iman, Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaklah dia mencegah dengan tangannya, bila tidak mampu hendaklah dia mencegah dengan lisannya dan bila tidak mampu juga hendaknya dia mencegah dengan hatinya,itulah selemah-lemahnya iman (HR.Muslim).

Dengan amar ma'ruf dan nahi munkar, seorang muslim berarti telah memenuhi kriteria sebagai umat terbaik sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Al-Qur'an yang artinya: "Kamu aalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS 3:110).

4. Menanamkan Kesabaran Atas Kesulitan Hidup.

Menjadi muslim yang baik, apalagi kalau terlibat dalam amar ma'ruf dan nahi munkar, tidak selalu bisa berjalan mulus dalam menjalani kehidupan ini dalam arti sangat mungkin adanya hambatan dan kesulitan-kesulitan hidup ini. Sejarah perjalanan umat manusia telah membuktikan kepada kita betapa banyak orang-orang yang melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar harus menghadapi berbagai kesulitan dalam hidupnya, mulai dari kesulitan dalam hubungan dengan manausia, kesulitan ekonomi sampai kepada nyawa yang terancam.

Oleh karena itu sangat tepat apa yang dinasihatkan Luqman kepada anaknya agar sang anak sabar terhadap hal-hal yang menimpa dirinya sebagai konsekuensi dari keimanan dan pembuktiannya, khususnya dalam hal amar ma'ruf dan nahi munkar. Nasihat ini memang sangat penting agar seorang anak tidak putus dalam kesulitan hidupnya lalu menghalalkan segala cara untuk memperoleh sesuatu yang berarti telah meninggalkan prinsip yang diperjuangkannya dalam amar ma'ruf dan nahi munkar itu sendiri.

Manakala seseorang memiliki kesabaran dalam hidupnya, maka Allah akan selalu bersama dengannya, Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar"(QS 2:153).

Disamping itu, sabar juga menjadi salah satu kunci utama dalam mencapai keberhasilan dalam perjuangan menegakkan agama Allah di muka bumi ini, Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung" (QS 3:200).

Dari sini semakin kita sadari bahwa mendidik anak agar menjadi shaleh atau muslim yang sejati bukanlah sesuatu yang mudah, karena itu diperlukan perhatian yang besar dari orang tua terhadap anak-anaknya dalam proses pendidikan dan salah satu perhatian yang besar itu adalah dengan memberikan nasihat-nasihat yang padat makna sebagaimana yang dilakukan Luqma kepada anaknya, apalagi nasihat itu berangkat dari rasa kasih sayang yang dalam.


Baca Selengkapnya ....

KASIH SAYANG

Posted by budi kamila 0 komentar

 punya sahabat



> =Bismillaahir-rahmaanir-rahiim=
>
> Sahabat,
>
> Seingat saya, saya kenal kata 'rahim' ketika saya duduk di
> kelas 3 sekolah dasar Katholik. Suster kepala mengajarkan
> doa dengan kata 'Tuhan yang maha rahim'. Bagi saya saat
> itu, kata ini asing dan yang jelas saya tak tahu artinya.
> Ketika dijelaskan, saya cuma mengingatnya bahwa Tuhan maha
> rahim.
>
> Belakangan saya baru tahu bahwa kasih-sayang adalah
> terjemahan bebas untuk 'arrahmaan-arrahiim'. Uniknya kata
> ini, aslinya adalah milik orang2 Islam. Dan hebatnya, kata
> ini termasuk kata yang paling sering diucapkan oleh kaum
> muslim (yakni ketika menyebut basmallah).
>
> Seorang sahabat yang dulunya adalah seorang pastur [1]
> pernah mengatakan bahwa orang2 Nasrani terlalu miskin kata
> dan ungkapan untuk menggambarkan bagaimana citra Allah yang
> sesungguhnya, sehingga dalam banyak hal mereka meminjam
> (atau bahkan mengambil) nama2 dan sifat2 Allah dari
> khasanah Islam. Ucapan ini asalnya bahkan dari ungkapan
> dosennya yang berasal dari Belgia.
>
> Bila sudah jelas kebaikan dan kebenarannya, lalu kenapa
> mereka (kaum Nasrani) tidak memeluk Islam saja? Bila sudah
> terang bahwa mereka terpaksa harus 'mencuri' apa yang belum
> mereka miliki, lalu kenapa mereka bersikeras untuk tetap
> dalam 'kekurangan'? Bila sudah nampak bahwa ajaran mereka
> dipenuhi dengan kebencian [2], lalu kenapa mereka menjadi
> bangga sebagai penyebar kasih sayang yang merupakan ajaran
> Islam yang dibencinya?
>
> Sememangnya kita tidak tahu apa kehendak Allah kecuali
> sebatas pada apa yang dikehendaki-Nya saja. Tapi satu hal
> yang mesti kita ingat adalah bahwa bila Dia berkehendak
> maka pasti akan terwujud meskipun seluruh makhluk2 yang
> memusuhi-Nya bersatu padu untuk menggagalkannya. Dia maha
> kuasa sehingga Dia dapat mewujudkan kehendak-Nya melalui
> (asbab) musuh-Nya.
>
> Sebagian ulama memberitahu bahwa dengan sifat rahman-Nya,
> rahmat Allah tercurah kepada segala sesuatu. Dengan sifat
> ini, Allah memelihara keberlangsungan hidup setiap
> makhluk-Nya, tidak peduli apakah mereka taat atau ingkar
> kepada-Nya. Dengannya, orangtua mengasihi anaknya, suami
> mengasihi istrinya, istri mengasihi suaminya, pemimpin
> mengasihi yang dipimpinnya, yang besar mengasihi yang
> kecil, yang kecil mengasihi yang besar, dan lain sebagainya
> hingga kehidupan ini wujud di dunia ini. Dengan sifat ini
> pulalah Allah membalas kebaikan orang2 yang ingkar secara
> tunai di dunia. Adapun sifat rahim Allah adalah teruntuk
> mereka yang disukai-Nya saja, yang taat dan takwa. Dengan
> sifat ini nikmat2 akan senantiasa bertambah dan menjadi
> semakin sempurna ketika diberikan di akhirat.
>
> Ketika ummat ini tidak lagi mau menyampaikan kepada manusia
> apa yang Allah menghendaki-Nya, yakni agar setiap manusia
> tahu betapa Allah sangat kasih kepada manusia dan betapa
> Allah sangat sayang kepada mereka yang mentaati-Nya, maka
> Allah jadikan musuh2 ummat ini melakukannya. Bahkan bila
> saja tidak seorangpun yang layak bagi-Nya untuk kerja ini,
> dengan mudah Dia akan jadikan hewan2 atau tumbuh2-an
> ataupun benda2 mati untuk menyampaikan kepada manusia siapa
> Tuhan mereka.
>
> Dan bila hari ini kaum Nasrani bergiat siang dan malam,
> memasuki kampung dan rumah kita, 'menggaet' handai-taulan
> kita, yakni demi tersebarnya kasih sayang (yang tidak
> mereka amalkan), itu se-mata2 karena Allah tahu bahwa kita
> belum mau melakukannya. Apa yang dikehendaki-Nya pasti
> terwujud dengan cara-Nya sendiri.
>
> Dengan berbagai alasan, kita lebih suka di rumah dengan
> anak istri daripada keluar dari rumah untuk menjumpai
> manusia. Bila demikian keadaan kita, maka jangan salahkan
> mereka bila satu waktu tetangga kita atau saudara kita atau
> bahkan kita sendiri (na'udzubillahi min dzalik) terbawa
> oleh mereka. Ingat saja, bila kita tidak buat dakwah maka
> kita akan jadi sasaran dakwah. Dan bila kita tidak
> menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan, maka tunggu
> saja hingga Allah buat keputusan-Nya. Subhanallah.
>
> Abi Subhan Pattaya
>
> Catatan kaki:
> [1] Muhammad Qosim Attimory
> [2] Orang2 yang baru masuk Islam biasanya secara jujur
> mengakui bahwa mereka memendam kebencian, meskipun
> sebagiannya tak paham bagaimana prosesnya sehingga mereka
> menjadi benci kepada (orang2) Islam.



Baca Selengkapnya ....
Posted by budi kamila 11/23/2012 0 komentar

Baca Selengkapnya ....

pesawat

Posted by budi kamila 11/02/2012 0 komentar


Baca Selengkapnya ....

Makna Sebuah Pernikahan

Posted by budi kamila 6/25/2012 0 komentar

Makna Sebuah Pernikahan 
 
Menikah adalah saat di mana gerbang kesucian mulai dibentangkan

Menikah adalah saat di mana ketidaksempurnaan bukan lagi masalah yang mesti diperdebatkan

Menikah adalah saat di mana nyuci nyemir masang bohlam nyambung kabel nyiram kembang nguras bak mandi masak nasi nyetrika ngecat pagar belanja kentang ngganti popok tak lagi bibi kerjakan

Menikah adalah saat di mana akar dirajut dari benang-benang pemikiran


Menikah adalah saat di mana syara direngkuh sebagai tolok ukur perbuatan

Menikah adalah saat di mana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih sayang

Menikah adalah saat di mana kesendirian dicampakkan sebagai sebuah kebersamaan

Menikah adalah saat di mana kegelisahan beralih pada ketenangan

Menikah adalah saat di mana kehinaan beralih pada kemuliaan

Menikah adalah saat di mana peluh bergulir lanjutkan perjuangan


Menikah adalah saat di mana kesetiaan adalah harga mati yang tak bisa dilelang

Menikah adalah saat di mana bunga-bunga bersemi pada taman-taman

Menikah adalah saat di mana kemarau basah oleh sapaan air hujan

Menikah adalah saat di mana hati yang membatu lapuk oleh kasih sayang

Menikah adalah sebuah pilihan antara jalan Tuhan dan jalan setan

Menikah adalah sebuah pertimbangan antara hidayah dan kesesatan


Menikah adalah saat di mana suka dan duka saling datang

Menikah adalah saat di mana tawa dan air mata saling berdendang

Menikah adalah saat di mana ikan dan karang bersatu dalam lautan

Menikah adalah saat di mana dua hati menyatu dalam ketauhidan

Menikah adalah saat di mana syahwat tidak lagi bertebaran di jalan-jalan

Menikah adalah saat di mana ketakwaan menjadi teluk perhentian


Menikah adalah saat di mana kehangatan menyatu dalam pekatnya malam

Menikah adalah saat di mana cinta pada Allah dan rasul-Nya dititipkan

Menikah adalah saat di mana dua hati berganti peran pada kedewasaan

Menikah adalah saat di mana dua jasad menambah kekuatan dakwah peradaban

Menikah adalah saat di mana kecantikan adalah sebuah ujian


Menikah adalah saat di mana kecerewetan diperindah oleh aksesori kesabaran

Menikah adalah saat di mana bunga-bunga mulai menyemi pada alang

Menikah adalah saat di mana bidadari-bidadari dunia turun di telaga-telaga kesejukan

Menikah adalah saat di mana jundi-jundi kecil adalah cericit burung pada dahan-dahan


Menikah adalah saat di mana pemahaman-pemahaman mulai disemikan

Menikah adalah saat di mana amal-amal mulai ditumbuhkan

Menikah adalah saat di mana keadilan mulai ditegakkan

Menikah adalah saat dimana optimistis adalah leksem baru dari sebuah kefuturan


Adalah saat di mana kecemburuan adalah rona pelangi pada awan

Menikah adalah saat di mana kesendirian menutup epik kehidupan

Adalah saat di mana syahadat menjadi saksi utama penerimaan

Menikah adalah saat di mana aktivitas dibangun atas dasar ketaatan

Menikah adalah saat di mana perbedaan ciptakan kemesraan
Menikah adalah saat di mana istana tahajud dibangun pada pucuk-pucuk malam

Menikah adalah saat di mana belaian bak kumbang yang teteskan madu-madu kehidupan

Menikah adalah saat di mana kecupan bak mentari yang segarkan dedaunan dari kemarau panjang

Menikah adalah saat di mana goresan bayang-bayang yang kulukis pada mimpi-mimpi malam berubah menjadi kenyataan

Baca Selengkapnya ....

Categories

Modified by info update - Panduan Blogging SEO. Original by Bamz | Copyright of DUNIA KITA.